Senin, 21 Maret 2016

SEJARAH MASUKNYA AL-QURAN DI INDONESIA



SEJARAH MASUKNYA AL-QURAN DI INDONESIA
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah
“ULUMUL QUR’AN”
Dosen Pengampu :
H. Muhammad Aji Nugroho, Lc., M.Pd.I



Disusun Oleh :
Tri Hariyanto (143111165)

JURUSAN TARBIYAH
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SURAKARTA 2014/2015
BAB I
LATAR BELAKANG
Suatu kenyataan bahwa Indonesia mayoritas penduduknya beragama Islam. Fakta ini sebenarnya sangat terkait dengan kegigihan dan kelincahan para  penyebar Islam baik dari Gujarat, Persia, Maupun Arab. Sehingga bersamaan dengan proses awal masuknya Islam di Nusantara tersebut, kitab suci al-Qur’an diperkenalkan para juru dakwah itu kepada penduduk pribumi di Nusantara. Pengenalan awal terhadap al-Qur’an itu, bagi penyebar Islam tentu suatu hal yang penting karena al-Qur’an adalah kitab suci agama Islam yang diimani sebagai pedoman hidup bagi orang yang telah memeluk Islam. Oleh karena itu, perkenalan orang-orang Nusantara dengan al-Qur’an terjadi berbarengan dengan dipeluknya agama Islam oleh penduduk Nusantara, meskipun awal perkenalan itu bukan secara akademik ilmiah. Hal ini sangat unik untuk dikaji maka makalah ini akan membahas tentang proses sejarah masuknya al- Qur’an di Indonesia bersama dengan awal masuknya Islam di Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
1.      Sejarah Masuknya Al-Qur’an di Indonesia
Pada mulanya yang memasukkan agama Islam di Indonesia itu orang dagang dari Gujarat (India sebelah Barat-Laut). Dengan jalan perdagangan dan pergaulan dengan orang Islam itu, lambat laun Indonesia juga mulai masuk agama islam. Begitu seterusnya propaganda Islam pada umumnya berjalan sepanjang jalan perdagangan. Dari Sumatera Utara agama Islam masuk di malaka. Malaka menjadi begitu besar dan menjadi pusat agana Islam di tanah Selatan. Dari Malaka agana Islam masuk ke kota-kota dagang di tanah Jawa, mulanya di Jawa Timur. Kemudian tersiar ke Jawa Tengah, Jawa Barat, dari Jawa Barat ke Lampung, terus Ke Bengkulu dan Minangkabau. Dari Jawa Timur agama Islam di siarkan ke arah timur sampai Maluku. Dari Muluku mausk di tanah Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, dan di Kutai (Kalimantan Timur).
Dari daerah-daerah yang telah masuk Islam itu lambat-laun agama Islam terus tersiar di sekelilingnya, sehinnga lama-kelamaan hampir seluruh Indonesia beragama Islam.[1] Begitulah dengan amat ringkas garis masuk agama Islam atau pelajaran al-Qur’an di Indonesia yang digambarkan oleh Dr. Priyono dalam catatan sejarahnya.[2]
Di Jawa, penyabaran islam dilakukan oleh Wali Sanga, juga tak terpisah dari upaya pengajaran al-Qur’an. Pengajaran al-Qur’an semakin nyata pada abad-abad selanjutnya.[3] Zamakhsyari menjelaskan bahwa pada tahun 1847, sistem pendidikan di Indonesia belum memiliki sebutan tertentu, pengajaran al- Qur’an pada waktu itu berlangsung di tempat yang disebut nggon ngaji yang berati tempat murid belajar membaca al- Qur’an. Dalam nggon ngaji ini memang tidak sama jejangnya. Jenjang paling dasar diberikan orang tua dirumah, pada anak- anak usia 5 tahun. Biasanya anak- anak itu disuruh menghafal ayat- ayat pendek. Pada usia 7 atau 8 tahun, anak mulai diperkenalkan cara membaca huruf Arab sampai mampu membaca al- Qur’an. Hal ini biasanya diberikan kakak laki- laki atau perempuan. Bagi anak yang orang tuanya, kakak laki- laki, atau perempuannya tidak bia membaca tulisan Arab, pendidikan diserahkan pada tetangga yang mampu.
Munculnya pesantren-pesantren di Jawa secara meyakinkan dan lembaga pendidikan dengan system klasikal, menyebabkan pengajaran al-Qur’an semakin menemukan momentumnya. Melalui lembaga-lembaga pendidikan ini, al-Qur’an diperkenalkan kepada para generasi muda islam, mulai dari tingkat pengenalan hingga kandungan al-Qur’an dengan kajian-kajian atas beberapa kitab tafsir.[4]
Pada tahun 1831, pemerintah Belanda pernah mencatat setidaknya ada 1.853 nggon ngaji dengan jumlah murid 16.556 murid tersebar di berbagai kabupaten yang didominasi pemeluk Islam di Jawa. Jumlah ini semakin meningkat ada 14.929 nggon ngaji dengan jumlah 222.663 murid , sehingga fenomena ini ini diduga karena komunikasi antar Indonesia dan Saudi Arabia semakin meningkat , sejak dibukanya Terusan Suez pada 1869.
2.      Awal Pembelajaran Al-Qur’an
Analisis Mahmud Yunus tentang sistem pendidikan Islam pertama di Indonesia memperlihatkan bagaimana al-Qur’an telah diperkenalkan pada setiap Muslim sejak kecil melalui kegiatan yang dinamai “Pengajian al-Qur’an” di surau, langgar, dan masjid. Yunus mengklaim bahwa pendidikan al-Qur’an waktu itu adalah pendidikan Islam pertama yang diberikan kepada anak-anak didik, sebelum diperkenalkan dengan praktik-praktik ibadah (fiqh).[5]
Menurut Karel A. Steenbrink menjelaskan bahwa pengajaran al-Qur’an ini merupakan pelajaran membaca beberapa bagian al-Qur’an. Untuk permulaan anak diajari surat al-Fatihah dan kemudian surah-surah pendek dalam juz ‘amma. Dalam pengajian ini, para murid mempelajari huruf-huruf Arab dan menghafalkan teks-teks yang ada di dalam al-Qur’an itu. Di samping itu, diajarkan pula peraturan dan tata tertib shalat, wudlu, dan beberapa do’a. Mata pelajaran yang diajarkan semua tergantung pada kepandaian guru ngaji, yang juga mengajarkan beberapa unsur ilmu tajwid yang bermanfaat untuk melafalkan ayat suci al-Qur’an dengan baik.[6]
Snouck Hurgronje dalam gambaran lain merekam cara pengajaran dalam pengajian al-Qur’an itu, anak-anak berkumpul di salah satu langgar atau serambi rumah sang guru. Mereka membaca dan melagukan ayat-ayat suci dihadapan guru satu per satu di bawah bimbingannya, selama ¼ atau ½ jam. Ketika salah seorang murid menghadap guru, murid lainnya dengan suara keras mengulang kajian kemarin dan lanjutan pelajaran yang telah diperbaiki gurunya. Jadi, dalam langgar atau rumah semacam itu, orang dapat mendengar bermacam-macam suara yang bercampur-aduk menjadi satu. Tetapi, karena semenjak kanak-kanak terbiasa hanya mendengar suara mereka sendiri, para murid tersebut tidak terganggu dengan suara murid lain.[7]
Hampir tiap-tiap kampung mempunyai langgar atau surau (di Aceh terkenal dengan nama (meunasah). Rumah ini tidak saja hanya di pakai sebagai tempat mengerjakan shalat 5 waktu, tetapi juga untuk tempat mengajar mengaji anak-anak dalam kampung itu. Pelajaran pertama itu biasanya dilakukan demikian : guru membaca dan murid menurut bacaan gurunya itu sambil melihat dan menunjuk kepada huruf-huruf Hijaiyah yang dibacanya itu.[8]
Sehingga pada mulanya  pengajaran atau pengkajian al-Qur’an di Indonesia dimulai dengan memperkenalkan al-Qur’an kepada anak-anak  kemudian mereka diajari membaca maupun menghafal surat-surat pendek dan huruf-huruf hijaiyah serta melafalkan ayat-ayat yang ada di dalam al-Qur’an. Pengajaran tersebut biasanya dilakukan di langgar atau serambi rumah sang guru.
BAB III
PENUTUP
1.      Kesimpulan
 Dari Uraian diatas, Penulis dapat menyimpulkan bahwa bahwa awal masuknya al-Qur’an di Indonesia bersamaan dengan proses awal masuknya Islam di Indonesia yang diperkenalkan para dakwah kepada penduduk di Indonesia.  Kemudian pengajaran atau pengkajian al-Qur’an di Indonesia dimulai dengan memperkenalkan al-Qur’an kepada anak-anak  mereka diajari membaca maupun menghafal surat-surat pendek dan huruf-huruf hijaiyah serta melafalkan ayat-ayat yang ada di dalam al-Qur’an. Pengajaran tersebut biasanya dilakukan di langgar atau serambi rumah sang guru.
2.      Daftar Pustaka
Aceh, Aboebakar. 1989. Sejarah Al-Qur’an. Solo: CV Ramadani.
Gusmian, Islah. 2013. Khazanah Tafsir Indonesia: dari Hermeneutika hingga Ideologi, Jakarta, Teraju.



[1]Aboebakar Aceh. Sejarah Al-Qur’an. Cet. Ke-6. Hal.233.
[2]Ibid., hlm. 234.
[3]Ibid., hal 20-23.
[4]Ibid.,  hal 24-26.
[5]Ibid.,  hlm. 17.
[6]Ibid.,  hlm. 18.
[7]Islah Gusmian. Khazanah Tafsir Indonesia,  hlm. 18.
[8]Aboebakar Aceh. Sejarah Al-Qur’an, hlm. 236-237.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar