SEJARAH MASUKNYA
AL-QURAN DI INDONESIA
Makalah ini disusun
untuk memenuhi tugas mata kuliah
“ULUMUL QUR’AN”
Dosen Pengampu :
H. Muhammad Aji Nugroho, Lc., M.Pd.I
Disusun Oleh :
Tri Hariyanto (143111165)
JURUSAN
TARBIYAH
PROGRAM
STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
INSTITUT
AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SURAKARTA
2014/2015
BAB I
LATAR BELAKANG
Suatu kenyataan bahwa Indonesia mayoritas penduduknya beragama Islam. Fakta
ini sebenarnya sangat terkait dengan kegigihan dan kelincahan para penyebar Islam baik dari Gujarat, Persia,
Maupun Arab. Sehingga bersamaan dengan proses awal masuknya Islam di Nusantara
tersebut, kitab suci al-Qur’an diperkenalkan para juru dakwah itu kepada
penduduk pribumi di Nusantara. Pengenalan awal terhadap al-Qur’an itu, bagi
penyebar Islam tentu suatu hal yang penting karena al-Qur’an adalah kitab suci
agama Islam yang diimani sebagai pedoman hidup bagi orang yang telah memeluk
Islam. Oleh karena itu, perkenalan orang-orang Nusantara dengan al-Qur’an
terjadi berbarengan dengan dipeluknya agama Islam oleh penduduk Nusantara,
meskipun awal perkenalan itu bukan secara akademik ilmiah. Hal ini sangat unik
untuk dikaji maka makalah ini akan membahas tentang proses sejarah masuknya al-
Qur’an di Indonesia bersama dengan awal masuknya Islam di Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
1.
Sejarah Masuknya Al-Qur’an di Indonesia
Pada
mulanya yang memasukkan agama Islam di Indonesia itu orang dagang dari Gujarat
(India sebelah Barat-Laut). Dengan jalan perdagangan dan pergaulan dengan orang
Islam itu, lambat laun Indonesia juga mulai masuk agama islam. Begitu
seterusnya propaganda Islam pada umumnya berjalan sepanjang jalan perdagangan.
Dari Sumatera Utara agama Islam masuk di malaka. Malaka menjadi begitu besar
dan menjadi pusat agana Islam di tanah Selatan. Dari Malaka agana Islam masuk
ke kota-kota dagang di tanah Jawa, mulanya di Jawa Timur. Kemudian tersiar ke
Jawa Tengah, Jawa Barat, dari Jawa Barat ke Lampung, terus Ke Bengkulu dan
Minangkabau. Dari Jawa Timur agama Islam di siarkan ke arah timur sampai Maluku.
Dari Muluku mausk di tanah Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, dan di Kutai
(Kalimantan Timur).
Dari
daerah-daerah yang telah masuk Islam itu lambat-laun agama Islam terus tersiar
di sekelilingnya, sehinnga lama-kelamaan hampir seluruh Indonesia beragama
Islam.[1]
Begitulah dengan amat ringkas garis masuk agama Islam atau pelajaran al-Qur’an
di Indonesia yang digambarkan oleh Dr. Priyono dalam catatan sejarahnya.[2]
Di Jawa,
penyabaran islam dilakukan oleh Wali Sanga, juga tak terpisah dari upaya
pengajaran al-Qur’an. Pengajaran al-Qur’an semakin nyata pada abad-abad
selanjutnya.[3]
Zamakhsyari menjelaskan bahwa pada tahun 1847, sistem
pendidikan di Indonesia belum memiliki sebutan tertentu, pengajaran al- Qur’an
pada waktu itu berlangsung di tempat yang disebut nggon ngaji yang berati tempat murid belajar membaca al- Qur’an.
Dalam nggon ngaji ini memang tidak
sama jejangnya. Jenjang paling dasar diberikan orang tua dirumah, pada anak-
anak usia 5 tahun. Biasanya anak- anak itu disuruh menghafal ayat- ayat pendek.
Pada usia 7 atau 8 tahun, anak mulai diperkenalkan cara membaca huruf Arab
sampai mampu membaca al- Qur’an. Hal ini biasanya diberikan kakak laki- laki
atau perempuan. Bagi anak yang orang tuanya, kakak laki- laki, atau
perempuannya tidak bia membaca tulisan Arab, pendidikan diserahkan pada
tetangga yang mampu.
Munculnya
pesantren-pesantren di Jawa secara meyakinkan dan lembaga pendidikan dengan
system klasikal, menyebabkan pengajaran al-Qur’an semakin menemukan
momentumnya. Melalui lembaga-lembaga pendidikan ini, al-Qur’an diperkenalkan
kepada para generasi muda islam, mulai dari tingkat pengenalan hingga kandungan
al-Qur’an dengan kajian-kajian atas beberapa kitab tafsir.[4]
Pada
tahun 1831, pemerintah Belanda pernah mencatat setidaknya ada 1.853 nggon ngaji dengan jumlah murid 16.556
murid tersebar di berbagai kabupaten yang didominasi pemeluk Islam di Jawa.
Jumlah ini semakin meningkat ada 14.929 nggon
ngaji dengan jumlah 222.663 murid , sehingga fenomena ini ini diduga karena
komunikasi antar Indonesia dan Saudi Arabia semakin meningkat , sejak dibukanya
Terusan Suez pada 1869.
2.
Awal
Pembelajaran Al-Qur’an
Analisis
Mahmud Yunus tentang sistem pendidikan Islam pertama di Indonesia
memperlihatkan bagaimana al-Qur’an telah diperkenalkan pada setiap Muslim sejak
kecil melalui kegiatan yang dinamai “Pengajian al-Qur’an” di surau, langgar,
dan masjid. Yunus mengklaim bahwa pendidikan al-Qur’an waktu itu adalah
pendidikan Islam pertama yang diberikan kepada anak-anak didik, sebelum
diperkenalkan dengan praktik-praktik ibadah (fiqh).[5]
Menurut
Karel A. Steenbrink menjelaskan bahwa pengajaran al-Qur’an ini merupakan
pelajaran membaca beberapa bagian al-Qur’an. Untuk permulaan anak diajari surat
al-Fatihah dan kemudian surah-surah pendek dalam juz ‘amma. Dalam pengajian
ini, para murid mempelajari huruf-huruf Arab dan menghafalkan teks-teks yang
ada di dalam al-Qur’an itu. Di samping itu, diajarkan pula peraturan dan tata
tertib shalat, wudlu, dan beberapa do’a. Mata pelajaran yang diajarkan semua
tergantung pada kepandaian guru ngaji, yang juga mengajarkan beberapa unsur
ilmu tajwid yang bermanfaat untuk melafalkan ayat suci al-Qur’an dengan baik.[6]
Snouck
Hurgronje dalam gambaran lain merekam cara pengajaran dalam pengajian al-Qur’an
itu, anak-anak berkumpul di salah satu langgar atau serambi rumah sang
guru. Mereka membaca dan melagukan ayat-ayat suci dihadapan guru satu per satu
di bawah bimbingannya, selama ¼ atau ½ jam. Ketika salah seorang murid
menghadap guru, murid lainnya dengan suara keras mengulang kajian kemarin dan
lanjutan pelajaran yang telah diperbaiki gurunya. Jadi, dalam langgar
atau rumah semacam itu, orang dapat mendengar bermacam-macam suara yang
bercampur-aduk menjadi satu. Tetapi, karena semenjak kanak-kanak terbiasa hanya
mendengar suara mereka sendiri, para murid tersebut tidak terganggu dengan
suara murid lain.[7]
Hampir
tiap-tiap kampung mempunyai langgar atau surau (di Aceh terkenal
dengan nama (meunasah). Rumah ini tidak saja hanya di pakai sebagai
tempat mengerjakan shalat 5 waktu, tetapi juga untuk tempat mengajar mengaji
anak-anak dalam kampung itu. Pelajaran pertama itu biasanya dilakukan demikian
: guru membaca dan murid menurut bacaan gurunya itu sambil melihat dan menunjuk
kepada huruf-huruf Hijaiyah yang dibacanya itu.[8]
Sehingga
pada mulanya pengajaran atau pengkajian
al-Qur’an di Indonesia dimulai dengan memperkenalkan al-Qur’an kepada
anak-anak kemudian mereka diajari
membaca maupun menghafal surat-surat pendek dan huruf-huruf hijaiyah serta
melafalkan ayat-ayat yang ada di dalam al-Qur’an. Pengajaran tersebut biasanya
dilakukan di langgar atau serambi rumah sang guru.
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Dari Uraian diatas, Penulis dapat menyimpulkan
bahwa bahwa awal masuknya al-Qur’an di Indonesia bersamaan dengan proses
awal masuknya Islam di Indonesia yang diperkenalkan para dakwah kepada penduduk
di Indonesia. Kemudian
pengajaran atau pengkajian al-Qur’an di Indonesia dimulai dengan memperkenalkan
al-Qur’an kepada anak-anak mereka
diajari membaca maupun menghafal surat-surat pendek dan huruf-huruf hijaiyah
serta melafalkan ayat-ayat yang ada di dalam al-Qur’an. Pengajaran tersebut
biasanya dilakukan di langgar atau serambi rumah sang guru.
2.
Daftar Pustaka
Aceh, Aboebakar. 1989. Sejarah Al-Qur’an. Solo:
CV Ramadani.
Gusmian,
Islah. 2013. Khazanah Tafsir Indonesia: dari Hermeneutika hingga Ideologi,
Jakarta, Teraju.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar